CaeLeaCeaR

~Cerita bahagia saat kita bersama dan duka saat kita berpisah~

Senin, 17 Juni 2013

Kisah si Hati



Ini cerpen yang pernah sedikit ku bahas di Sejarah Blog-blogku. Dibuat saat daku kelas 1 SMA, dari judulnya udah ketebak kan tentang apa?

Ini di buat saat masa-masa galauku tentang cowok yang ada disekitarku.
Sebagian dari mereka masih berada dalam jangkauanku, sebagian lagi menjalani hidupnya tanpa melibatkan daku di dalamnya ^_^

*cerita ini hanya fiksi, kesamaan cerita atau tokoh hanya kebetulan semata


-KISAH SI HATI-

    Bagai kuda yang berlari kencang, seorang Pemburu yang pernah bersinggah di penginapan Si Hati pun telah pergi. Kepergian sang Pemburu digantikan oleh datangnya tiga orang Ksatria yang juga akan menginap. Ksatria Pertama, orang yang aneh dan jahil. Si Hati pun jatuh cinta padanya tetapi rasa cintanya pada sang Pemburu lebih besar daripada kepada sang Ksatria pertama. Ksatria Kedua, orang yang lucu dan baik. Si Hati sempat tertarik padanya tetapi teman Si Hati bilang bahwa dia telah memiliki kekasih. Dan Ksatria Ketiga, orang yang manis dan sangat baik. Dia menghibur Si Hati saat sedang sedih ataupun marah, tetapi sayang banyak isu yang beredar bahwa dia seorang playboy. Si Hati yang kecewa hanya dapat memendam perasaannya dalam-dalam.

    Kurang lebih tiga hari kemudian ketiga Ksatria pun pergi untuk melanjutkan perjalanan mereka. Saat mereka pergi, tiba-tiba datanglah seorang Cendekiawan. Dia orang yang sedikit kasar, blak-blakan dan bicaranya pedas, walau begitu dia selalu melakukan hal dengan niat yang baik. Si Hati tertarik dengan sang Cendekiawan itu, tapi Si Hati tak ingin lagi bermain dengan cinta. Dia putuskan untuk tak mengganggap sang Cendekiawan lebih dari seorang teman. Telah lama waktu berlalu, tetapi sang Cendekiawan tak kunjung pergi. Anehnya, Si Hati tak keberatan akan hal itu, justru setiap dekat dengannya si hati merasa bahagia dan berdebar. Si Hati pun berpikir apakah ini cinta? Tetapi Si Hati yang bingung, selalu saja menepis perasaan itu.

    Suatu ketika datanglah seorang Panglima Perang yang terluka. Si Hati yang merasa iba kepadanya, meminta sang Cendekiawan untuk mengobati luka Panglima itu. Sang Cendekiawan terus menggerutu tetapi tangannya tetap saja bergerak untuk mengobati luka Panglima. Ketika Panglima berangsur-angsur pulih, sang Cendekiawan pergi dari penginapan untuk melanjutkan perjalanan. Si Hati kaget luar biasa karena kepergian sang Cendekiawan yang sangat tiba-tiba. Seminggu telah berlalu tetapi rasa sedih itu tak kunjung hilang. Melihat hal itu Panglima segera menyuruh Si Hati untuk pergi mengejar sang Cendekiawan. Panglima juga berjanji tidak akan pernah pergi dari penginapan hingga Si Hati kembali.

    Dengan senyum kecil, Si Hati memeluk sang Panglima dan membisikkan kata “Terima Kasih” kepadanya. Si Hati pun pergi dengan sebuah kapal kecil milik neneknya yang diwariskan padanya. Awalnya Si Hati bingung akan pergi kemana karena dia tak pernah berpergian lagi semenjak neneknya meninggal. Panglima yang masih menyimpan peta, memberikan petanya pada Si Hati dan menjelaskan sedikit tentang bahaya yang harus Si Hati lewati. Setelah mencerna apa yang Panglima jelaskan, Si Hati pun pergi dengan terus melambaikan tangannya pada Panglima itu.

    Si Hati berlayar melewati anak sungai, sungai, dan lautan. Si Hati tahu apa yang dia cari adalah sesuatu yang sulit digapai. Dia sedang memikirkan alasan yang tepat ketika sang cendekiawan bertanya “mengapa dia mencarinya?”. Saat sedang melamun, Si Hati tidak memperhatikan angin yang bertiup kencang dan apa yang sedang menunggu kapalnya didepan sana. Tiba-tiba, “Dumm..” Kapal itu menabrak sebuah batu, dan di dasar kapal terdapat lubang kecil, membuat air sedikit demi sedikit masuk kedalam kapal. Untungnya, dia sampai lebih dulu kepinggir sebuah hutan sebelum kapalnya tenggelam.

    Saat frustasi karena kapalnya rusak, tiba-tiba Si Hati mendengar deru kaki kuda yang berlari kearahnya. Betapa kagetnya dia, ternyata orang yang menunggangi kuda itu adalah sang Pemburu. Pemburu yang masih mengenali wajah Si Hati langsung mengajaknya ke pondok yang dia buat tidak jauh dari situ. Sang Pemburu bertanya apa yang Si Hati lakukan disana. Si Hati hanya bilang bahwa dia sedang mencari seorang Cendekiawan tetapi kapalnya menabrak batu dan rusak. Pemburu yang mendengar hal itu dengan segera menolong Si Hati memperbaiki kapalnya sebagai balas jasa karena Pemburu pernah menginap di penginapannya yang nyaman.
    Tanpa sadar satu minggu telah berlalu, ketika dia merenung dia baru ingat harus mencari sang Cendekiawan. Tanpa berpamitan dengan sang Pemburu, Si Hati langsung pergi berlayar. Saat di tengah lautan dia baru sadar telah meninggalkan petanya di pondok sang Pemburu. Si Hati yang tak tahu arah terus saja berlayar, tanpa sadar dia telah memasuki wilayah para Perompak dan Bajak Laut. Tanpa ampun kapal Si Hati yang asing, langsung di ledakkan dengan lima sampai enam buah meriam dari empat kapal Bajak Laut yang berlabuh. Kapal itu sekarang telah menjadi puing dan jejak Si Hati pun menghilang. Takdir telah memisahkan Si Hati dengan orang yang dia sayangi. Kini Si Hati telah menjadi debu di tengah lautan. Kepergian Si Hati juga dirasakan oleh orang-orang yang dia sayangi. Di penginapan tanpa sengaja Panglima menjatuhkan bingkai foto Si Hati. Dari arah selatan nampak sang Pemburu yang terdiam menyaksikan eksekusi Si Hati yang tragis. Dari arah barat nampak tiga orang Ksatria sedang berduka. Dan di suatu tempat yang tak diketahui seorang Cendekiawan sedang menangis sambil bergumam “Selamat jalan”. (Tamat).

Jadi? Gimana? Ketauan banget yang buatnya masih amatir ya xD
Aku suka segi cerita karena ngena beudz di daku, cuma aku agak terganggu ma cara penuturanku. kemampuanku masih sangat perlu sekali diasah lagi :)
Fufufu.. see you!


Regards,
Kya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar